“Membedakan Hadist Palsu,dhaif
Dan Shahih…!?” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Ustadz, Ana mau tanya, bagaimana
kita bisa tahu kalau hadist itu paslu, lemah atau dhaif serta shahih, karena
ada teman yang bertanya, kalau dilihat berdasarkan perawinya atau yang
meriwayatkannya, bukankah mungkin itu sifatnya subjektif? Dan hadist itu kan
dibukukan jauh setelah Rasulullah wafat. Mungkin itu aja yang ana tanyakan.
Jazakallah
WAssalamualaikum Warahmatullah
Wabarakatuh
Lili Suheli
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah
Wabarakatuh
Yang bisa menetapkan status sebuah
hadits bukanlah kita yang awam ini, melainkan para ulama hadits. Mereka saja
yang punya kapasitas, legalitas, otoritas dan tools untuk melakukannya. Dan
buat kita, cukuplah kita membaca karya-karya agung mereka lewat kitab-kitab
hasil naqd mereka.
Menetapkan status suatu hadits
dikenal dengan istilah al-hukmu ‘alal hadits. Upaya ini adalah bagian dari
kerja besar para ulama hadits . Mereka punya sekian banyak kriteria dalam
menentukan derajat suatu hadits.
Secara umum, studi ini dilakukan
pada dua sisi. Yaitu sisi para perawinya dan juga sisi matan haditsnya, atau
isi materinya. Jadi yang dinilai bukan hanya salah satunya saja, melainkan
keduanya.
Keshahihan suatu hadits akan dinilai
pertama kali dari masalah siapa yang meriwayatkannya. Dan yang dinilai bukan
hanya perawi pada urutan paling akhir saja. Akan tetapi mulai dari level
pertama yaitu para shahabat, kemudian level kedua yaitu para tabi’in, kemudian
level ketiga yaitu para tabi’it-tabi’in dan seterusnya hingga kepada perawi
paling akhir atau paling bawah.
Nama para perawi paling akhir itu
adalahyang sering kita dengar sebagai hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,
Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Majah, At-Tirmiziy, Abu Daud dan lainnya. Akan tetapi,
yang dijadikan ukuran bukan semata-mata para perawi di level paling bawah atau
paling akhir saja. Melainkan keadaan para perawi dari level paling atas hingga
paling bawah dijadikan objek penelitian. Khususnya pada level di bawah para
shahabat. Sebab para ulama sepakat bahwa para shahabat itu seluruhnya orang
yang ‘adil dan tsiqah. Sehingga yang dinilai hanya dari level tabi’in ke bawah
saja.
Satu persatu biografi para perawi
hadits itu diteliti dengan cermat. Penelitian dipusatkan pada dua kriteria.
Yaitu kriteria al-’adalah dan kriteria
adh-dhabth.
adh-dhabth.
a. Kriteria
al-’adalah
al-’adalah
Kriteria pertama adalah masalah
‘adalah. Maksudnya sisi nilai ketaqwaan, keIslaman, akhlaq, ke-wara’-an,
kezuhudan dan kualitas pengamalan ajaran Islam. Kriteria ini penting sekali,
sebab ternyata kebanyakan hadits palsu itu lahir dari mereka yang kualitas
pengamalan keIslamannya kurang.
Misalnya mereka yang sengaja
mengarang atau memalsu hadits demi menjilat penguasa. Atau demi kepentingan
politik dan kedudukan. Atau untuk sekedar mengejar kemasyhuran. Orang-orang
yang bermasalah dari segi al-’adalah ini akan dicatat dan dicacat oleh sejarah.
Mereka akan dimasukkan ke dalam daftar black-list bila ketahuan pernah
melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan aqidah, akhlaq dan etika Islam.
Bahkan para ulama sampai melahirkan
disiplin imu khusus yang disebut ilmu al-jarhu wa at-ta’dil. Ilmu ini
mengkhususkan diri pada database catatan hitam seseorang yang memiliki cacat
atau kelemahan. Orang-orang yang dianggap cacat mendapatkan julukan khas dalam
ilmu ini. Misalnya si fulan adalah akzabun nass , fulan kazzab , si fulan
matruk dan sebagainya.
b. Krieria adh-dhabth
Kriteria adh-dhabth adalah penilaian
dari sisi kemampuan seorang perawi dalam menjaga originalitas hadits yang
diriwayatkanya. Misalnya, adakah dia mampu menghafal dengan baik hadits yang
dimilikinya. Atau punyakah catatan yang rapi dan teratur. Sebab boleh jadi
seorang perawi memiliki hafalan yang banyak, akan tetapi tidak dhabith atau
tidak teratur, bahkan boleh jadi acak-acakan bercampur baur antara rangkaian
perawi suatu hadits dengan rangkaian perawi hadits lainnya.
Biasanya dari sisi adh-dhabth ini
para perawi memang orang yang shaleh. Tetapi kalau hafalan atau database
periwayatan haditsnya acak-acakan, maka dia dikatakan tidak dhaabith. Cacat ini
membuatnya menempati posisi lemah dalam daftar para perawi hadits. Hadits yang
diriwayatkan lewat dirinya bisa saja dinilai dha’if atau lemah.
Kebutuhan pada Ensiklopedi Hadits
Lengkap
Untuk mendapatkan kumpulan hadits
yang shahih, kita bisa membuka kitab yang disusun oleh para ulama. Di antara
yang terkenal adalah kitab Ash-Shahih yang disusun oleh Al-Imam Al-Buhkari dan
kitab Ash-Shahih yang disusun oleh Imam Muslim. Akan tetapi bukan berarti semua
haditsmenjadi tidak shahih bila tidak terdapat di dalam kedua kitab ini.
Sesungguhnya, kedua kitab ini hanya
menghimpun sebagian kecil dari hadits-hadits yang shahih. Di luar kedua kitab
ini, masih banyak lagi hadits yang shahih.
Keberadaan kedua kitab itu meski
sudah banyak bermanfaat, namun masih diperlukan kerja keras para ulama untuk
mengumpulkan semua hadits yang ada di muka bumi, lalu satu per satu diteliti
para perawinya. Dan seluruhnya disusun di dalam suatu database. Sehingga setiap
kali kita menemukan suatu hadits, kita bisa lakukan searching, lalu tampil
matan-nya beserta para perawinya dengan lengkap mulai dari level shahabat
hingga level terakhir, sekaligus juga catatan rekord tiap perawi itu secara
legkap sebagaimana yang sudah ditulis oleh para ulama.
Yang sudah ada sekarang ini baru
program sebatas hadits-hadits yang ada di dalam 9 kitab saja, yang dikenal
dengan kutubus-sittah. Program ini sudah lumayan membantu, karena bisa dikemas
dalam satu keping CD saja. Bahkan Kementerian Agama, Wakaf, Dakwah dan Irsyad
Saudi Arabia membuka situs yang memuat database kesembian kitab hadits ini,
sehingga bisa diakses oleh siapa saja dan dari mana saja di seluruh dunia
secara gratis.
http://hadith.al-Islam.com
http://hadith.al-Islam.com
Sayangnya, hadits-hadits yang ada di
program ini masih terbatas pada 9 kitab hadits saja, meski sudah dilengkapi
dengan kitab-kitab penjelasnya . Padahal ada begitu banyak hadits yang belum
tercantum di dalam kutubus-sittah. Lagi pula program itu pun belum dilengkapi
dengan al-hukmu ‘alal hadits. Baru sekedar membuat database hadits yang
terdapat di 9 kitab itu. Dan meski setiap hadits itu sudah dilengkapi nama-nama
perawinya, namun belum ada hasil penelitian atas status para perawi itu. Jadi
hadits-hadits itu masih boleh dibilang mentah.
Proyek ini cukup besar untuk bisa
dikerjakan oleh perorangan. Harus ada kumpulan team yang terdiri dari ribuan
ulama hadits dengan spesifikasi ekspert. Mereka harus bekerja full-time untuk
jumlah jam kerja yang juga besar. Tentu saja masalah yang paling besar adalah
anggaran.
Sampai hari ini, sudah ada beberapa
lembaga yang merintisnya. Para ulama di Al-Azhar Mesir, para ulama di Kuwait,
para ulama di Saudi dan di beberapa tempat lain, masing-masing sudah mulai
mengerjakan. Sayangnya hasilnya belum juga nampak. Barangkali karena mereka
bekerja sendiri-sendiri dan tidak melakukan sinergi. Padahal kalau semua
potensi itu disatukan dalam sebuah managemen profesioal, insya Allah kita bisa
menyumbangkan sesuatu yang berharga di abad 15 hijriyah ini.
Hitung-hitung sebagai kado untuk
kebangkitan Islam yang sudah sejak lama didengung-dengungkan itu. Sebuah
warisan pekerjaan dari generasi lampau untuk kita demi mencapai
masterpiece.
masterpiece.
Wallahu a’lam bishshawab
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar