Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin ditanya : Saya pernah mendengar satu hadits yang maknanya, “Sungguh anak zina diharamkan masuk Surga”. Apakah hadits ini shahih ? Kalau benar, apa kesalahan anak tersebut sehingga harus memikul kesalahan dan dosa orang tuanya ?
Jawaban.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin ditanya : Saya pernah mendengar satu hadits yang maknanya, “Sungguh anak zina diharamkan masuk Surga”. Apakah hadits ini shahih ? Kalau benar, apa kesalahan anak tersebut sehingga harus memikul kesalahan dan dosa orang tuanya ?
Jawaban.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Anak zina itu menyimpan 3 keburukan”.[Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Daud]
Sebagian ulama menjelaskan, maksudnya dia buruk dari aspek asal-usul
dan unsur pembentukannya, garis nasab, dan kelahirannya. Penjelasannya,
dia merupakan kombinasi dari sperma dan ovum pezina, satu jenis cairan
yang menjijikkan (karena dari pezina) sementara gen itu terus menjalar
turun temurun, dikhawatirkan keburukan tersebut akan berpengaruh pada
dirinya untuk melakukan kejahatan. Dalam konteks inilah, Allah menepis
potensi negative dari pribadi Maryam dengan firmaNya.
“Artinya : Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang penjahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang penzina”. [Maryam : 28]
Walaupun demikian adanya, dia tidak dibebani dosa orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”. [Al-An'am : 164]
Pada prinsipnya, dosa dan sanksi zina di dunia dan akhirat hanya
ditanggung oleh orang tuanya. Tetapi dikhawatirkan sifat bawaan yang
negative itu akan terwarisi dan akan membawanya untuk berbuat buruk dan
kerusakan. Namun hal ini tidak selalu menjadi acuan, kadangkala Allah
akan memperbaikinya sehingga menjadi manusia yang alim, bertakwa lagi
wara’, dengan demikian menjadi satu kombinasi yang terdiri atas tiga
komponen yang baik. Wallahu a’lam.
[Fatawa Islamiyah 4/125]
[Disalin dari kitab Fatawa Ath-thiflul Muslim, edisi Indonesia 150
Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa'id Alu Syalwan,
Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar